Hak dan Kewajiban Terkait Perkawinan Angkap Bagi Masyarakat Gayo di Tinjau dari Hukum Islam

Penulis

  • Azra Zahrani UNISMA BEKASI

DOI:

https://doi.org/10.53948/samawa.v4i1.121

Abstrak

Pernikahan dianggap sah jika memenuhi persyaratan formal dan informal yang berlaku, termasuk ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan ajaran agama. Meski diakui oleh hukum dan agama, perkembangan zaman membawa perubahan, mengakibatkan munculnya bentuk pernikahan tradisional seperti pernikahan Angkap di masyarakat adat, yang sering dilakukan tanpa prosedur legal dan hukum fiqh, salah satunya pernikahan Angkap. Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik pernikahan dalam masyarakat Gayo, khususnya fokus pada pernikahan Angkap, dan menganalisis hubungan antara praktik tersebut dengan norma-norma keagamaan dan budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan pendekatan sejarah hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan Angkap dalam masyarakat Gayo mengalami perubahan seiring waktu. Suami dalam pernikahan Angkap kehilangan hak-haknya sebagai ahli waris, sementara tanggung jawab mereka terhadap nafkah tetap ada. Perubahan ini sejalan dengan dinamika ekonomi dan pendidikan masyarakat, di mana pasangan baru cenderung lebih mandiri secara finansial dan memiliki otonomi keuangan. Meskipun pernikahan Angkap mencerminkan adaptasi terhadap kondisi sosial dan ekonomi, dampaknya terhadap hak dan kewajiban individu, terutama dalam hal ahli waris dan posisi suami dalam keluarga, tetap menjadi perhatian dalam pembahasan pernikahan tradisional Gayo.

##submission.downloads##

Diterbitkan

2024-01-31

Terbitan

Bagian

Artikel